Happy move on!!
Dimalam hari ketika rintikan hujan turun tiba-tiba gue punya
sebuah kata-kata yang memotivasi diri gue sendiri. Dan kali ini gue akan
menuangkannya dalam sebuah cerita fiksi
alias gak nyata tapi menyimpan sebuah makna yang luar biasa.
Judulnya adalah “Penjual pempek kena ‘sial’, tapi
beruntung”. Kasian ya penjualnya kena sial alias musibah. Tapi kok beruntung?
Begini ceritanya, pada suatu malam yang dingin karena diguyur hujan yang tidak
terlalu lebat. Tapi lumayan bikin basah juga kalo kena hujannya. Ada seorang
penjual pempek yang sedang mendorong gerobak dagangannya untuk menjajakan
dagangannya yaitu pempek khas Palembang, mungkin dia orang Palembang. Atau bisa
saja bukan orang Palembang tapi dia belajar membuat pempek dari orang Palembang
asli atau mungkin belajar dari mbah gugel, ya bisa jadi bisa jadi!. Sambil
membunyikan botol-botol cuko (saus pendamping pempek) menggunakan sendok dan
membunyikannya secara bergantian hingga menimbulkan sebuah irama yang khas dari
seorang penjual pempek. Hingga orang yang mendengarnya sudah paham kalau itu
adalah tukang pempek.
Dengan langkah sedikit lelah dan begitu beratnya medan jalan
yang dia tempuh dikarenakan malam itu hujan dan jalanan agak becek membuatnya sedikit
memandikan keringat. Padahal malam itu terasa cukup dingin karena hujan.
Sesekali rasa lelahnya itu terbayar dengan beberapa orang yang memanggilnya
untuk membeli beberapa pempeknya. Hujan yang tak kunjung reda bahkan cenderung
makin lebat tak menyurutkan semangatnya untuk mengejar rezekinya malam ini.
Karena jika dia menghabiskan waktunya untuk meneduh dan menunggu hujan yang
belum pasti kapan berhentinya, maka akan ada rezeki yang terlewatkan olehnya.
Dengan ditemani payung usangnya yang senantiasa melindunginya dari derasnya
hujan dan jaket tipis yang dia dapat dari tetangganya yang kebetulan membeli
sepeda motor dan mendapatkan hadiah jaket tipis itu kemudian diberikan kepadanya sangat melindungi dia
dari terpaan angin yang kebetulan sangat kencang dimalam itu, serta setitik
pelita yang selalu menerangi penjalanannya dari sebuah lilin yang kadang-kadang
hendak mati karena tertiup angin.
Malam mulai larut, dan pembeli pun tak kunjung muncul untuk
membeli dagangannya. Puluhan bahkan ratusan rumah dilewati namun belum juga ada
rezeki yang menghampirinya. Pempeknya masih tersusun rapi di sebuah ruang kecil
yang dikelilingi kaca bening nan tipis diatas gerobaknya. Dan ada beberapa buah
pempek yang sedang digoreng. Karena dia telah biasa menggoreng sambil berjalan
menjajakan dagangannya jadi dia tak merasa khawatir akan terjadi sesuatu. Dan
apabila ada pembeli yang ingin membeli pempeknya dia tinggal mengangkatnya dan
langsung menghidangkannya untuk sang pembeli.
Waktu menunjukan jam 22.00, artinya mungkin sudah beberapa
orang telah tertidur dan makin sedikit pula rezeki yang akan dia dapat. Dan dia
memutuskan untuk pulang ke rumahnya yang kebetulan agak jauh dari tempat dia
menjajakan dagangannya saat itu. Dijalan pulangpun dia masih membunyikan
botol-botol cuko dan berharap masih ada orang yang ingin membeli pempeknya.
Pada sebuah jalan yang agak gelap karena minimnya penerangan jalan dan
sedikitnya warga yang tinggal dijalan itu membuat dia agak kesulitan karena
jalannya agak rusak dan pandangannya terbatas karena hanya lilinnya yang
menerangin perjalanannya. Namun tiba-tiba gerobaknya sedikit terguncang akibat
lubang yang tidak kelihatan olehnya membuat langkah-langkah tegapnya
tergoyahkan dan gerobaknya pun hampir terguling namun dengan sigap dia menahan gerobaknya
dengan sisa tenaga yang dia miliki malam itu. Sehingga gerobaknya tidak jadi
terguling.
Namun tak sadar guncangan itu menyebabkan minyak goreng pada
wajan yang dia pakai menggoreng pempek itu sedikit tercecer kebawah wajan,
tepatnya mengenai kompor yang sedang menyala karena dia masih menggoreng
pempeknya. Tak lama api pun mulai menyambar minyak itu menyebabkan besarnya api
yang keluar dari kompor hingga menyembul ke atas wajan. Seketika penjual pempek
itu terkejut dan menghentikan langkahnya serta agak menjauh dari gerobaknya.
Dia berusaha untuk mematikan api yang akan membakar gerobak pempeknya tapi
usahanya sia-sia. Api terlalu besar dan sulit untuk dimatikan karena air yang
dipakai untuk memadamkan api hanya air mineral miliknya yang tinggal sedikit
dan seember kecil air cucian piringnya tak mampu memadamkan api tersebut.
Dengan cepat api itu melalap gerobak satu-satunya itu. Dengan pasrah penjual
pempek itu memandangi gerobaknya habis dimakan api. Karena jalan begitu sepi
dan tak ada kendaraan lewat sehingga tak ada yang menolongnya saat itu. Namun
beberapa menit kemudian warga berdatangan karena mencium bau kebakaran dan
menemui gerobak penjual pempek itu telah habis terbakar api.
Setelah api padam dengan sendirinya, dia mengais sisa
kebakaran itu dan berharap ada barang yang masih bisa dia bawa pulang. Tapi
semua telah musnah. Yang tersisa hanya pempek mentah yang telah terbakar api
tadi. Hanya itu yang tersisa. Dengan sedihnya dia mengantongi pempek yang telah
terbakar itu ke plastik yang ada di pinggangnya. Entah mau diapakan pempek itu
yang jelas dia sangat sedih karena gerobak satu-satunya penghasil rezeki
untuknya dan keluarganya musnah tak bersisa. Melihat hal itu seorang warga
merasa iba dan hendak membeli pempek yang telah terbakar tadi. Lalu si penjual
pempek memilah-milih pempek yang masih layak dibeli pembeli itu, tapi dia
bingung entah untuk apa pempek yang telah terbakar itu, apa mungkin pembeli itu
hanya merasa kasihan saja padanya? Setelah memberikan uang, pembeli itu yang
tadinya hanya kasihan kepada sang penjual pempek yang terkena musibah itu. Tapi
iseng-iseng pembeli itu mencoba pempek yang telah terbakar tadi. Tak diduga bahwa
rasanya sangat nikmat. Pembeli itu membagikan beberapa pempek itu ke warga yang
lain dan mereka pun merasakan kenikmatan yang tak pernah dirasakan dan tak
biasa dalam sebuah pempek. Lalu semua warga memanggil kembali penjual pempek
yang sudah melenggang pergi untuk pulang ke rumahnya. Dengan heran penjual
pempek itu memilah-milih pempek yang masih layak dijual untuk para pembeli yang
sudah mengantri untuk membeli pempeknya. Namun hanya sedikit yang masih bisa
dijual sehingga membuat beberapa warga tidak kebagian pempeknya. Tapi mereka
malah memesan untuk dibawakan lagi pempek bakarnya besok. Bahkan ada yang telah
membayar dulu untuk pempek bakar itu. Sungguh rezeki yang tak terduga baginya
malam itu. Setelah tertimpa musibah tapi penjual pempek itu malah mendapatkan
rezeki untuk malam itu dan esok hari bahkan mungkin seterusnya.
Keesokan harinya dia membuat pempek kembali dan dibakarnya
dengan sesuai kematangan yang seharusnya. Dan mengirimkannya kepada pembeli
yang telah memesannya semalam. Dengan menggunakan kerajang dikarenakan
gerobaknya telah hangus terbakar, dia mengantarkan ke rumah pembelinya. Lambat
laun usaha pempek bakar yang dimulai dari mengantarkannya ke rumah pemesan
makin berkembang hingga dia mempunyai gerobak lagi untuk menjajakannya. Bahkan dia
telah memiliki kios sendiri untuk pempek bakarnya. Dia masih tidak percaya
bahwa musibah yang terjadi beberapa waktu lalu membawa keberkahan hingga dia
sukses besar untuk usaha barunya yang dia beri nama “Pempek Kebakaran!”. Untuk
saat ini dia bahkan telah memiliki cabang dibeberapa tempat dan direncanakan
untuk membuka cabang lain diseluruh Indonesia. W.O.W!! Tamat...
Mungkin ini hanyalah cerita fiksi rekaan yang gue karang
sendiri. Tapi cerita ini menyimpan sebuah makna yang berharga dan sangat memotivasi
diri gue. Disaat gue tertimpa musibah. Cobalah untuk tegar dan tabah
menerimanya. Karena dibalik musibah yang menimpa pasti ada berkah yang luar
biasa. Sebab itulah hasil dari kerja keras, kesabaran, doa, dan ketabahan dalam
menerima cobaan.
Comments
Post a Comment