Hello Netters!
Hari ini Gue ngerasa lega banget, karena Gue udah selesai
nonton 26 episode film serial Malam Minggu Miko season 1. Sepertinya Gue udah
mulai ketularan temen Gue yang suka banget sama film-film serial. Gue itu
awalnya emang gak begitu tertarik dengan film yang ber-episode, kecuali film anime
detektif Conan. Tapi setelah nonton film-film pendek di youtube, Gue jadi suka nonton film serial. Ternyata ada sensasi
luar biasa dari nonton film serial, ya. Rasa penasaran sama episode selanjutnya
bikin Gue susah tidur. Tapi menurut Gue, yang menentukan film serial itu wajib ditunggu-tunggu
setiap episode-nya adalah, seberapa bagus film itu di episode pertamanya.
Soalnya kalo episode pertamanya udah bagus, pasti episode selanjutnya juga
bagus. Ohiya, dulu juga Gue suka nonton film serial Bajaj Bajuri. Mungkin
selera genre Gue lebih ke komedi
ketimbang drama.
By the way, Gue tadi
lagi di kamar mandi gak sengaja dapet inspirasi buat nulis. Makanya tadi Gue
buru-buru keluar kamar mandi dan langsung ke depan laptop. Soalnya Gue takut
inspirasi itu hilang lagi kayak semalem.
Kembali ke judul.
Media Sosial = Media Sensitif ?
Mungkin beberapa dari pembaca merasakan juga apa yang Gue
rasakan tentang media sosial. Menurut Gue, media sosial itu adalah media yang
sensitif. Bikin orang ge’er, bikin orang suka, bikin orang kesel, bikin orang ilfil,
di media sosial itu gampang. Kita tinggal bikin status di facebook atau twitter
atau path atau yang lain sebagainya, tentang menyindir seseorang, entah itu
isinya ‘ngodein’ atau ‘ngejelekin’ atau ‘ngagumin’, tanpa menjelaskan secara spesifik
orang yang dimaksud, pasti banyak dari followers
atau teman di media sosial Kita yang merasa apa yang Kita tuliskan di status
itu sesuatu yang emang terjadi juga di kehidupannya, pasti mereka bakal tersindir,
secara gak langsung. Gue juga pernah kayak gitu. Tapi Gue mulai sadar, dan Gue
mulai menghilangkan kebiasaan itu. Gue lebih seneng nulis status tentang kehidupan
Gue, atau nulis kata-kata motivasi. Motivasi buat hidup Gue.
Jadi sebenernya, nyari musuh di media sosial itu gampang
banget. Misalnya Kamu lagi benci sama seseorang, lalu Kamu nulis status di
Twitter (misalnya) tentang kejelekan seseorang itu. Tanpa Kamu jelasin ciri fisiknya
karena status Twitter cuma sebatas 140 karakter. Lalu Kamu tweet. Kalo beruntung, seseorang yang Kamu maksud pasti baca status
itu, dan Dia pasti tersindir karena status Kamu ‘ngena’ banget sama
kehidupannya, dan akhirnya Dia ilfil sama Kamu. Tapi secara gak langsung, followers Kamu yang lain, yang merasa
status Kamu juga ‘ngena’ banget sama kehidupan Mereka, Mereka akan merasa ilfil
juga sama Kamu.
Makanya jangan heran kalo misalnya Kamu habis nyindir satu temen
sekelas Kamu, tapi yang nyuekin Kamu malah beberapa atau semua temen sekelas
Kamu, berarti Mereka adalah followers
Kamu, dan berarti Mereka ilfil sama Kamu.
Gue pribadi, kalo mau nyindir orang, mending cerita panjang
lebar lewat blog. Gue bisa ngegambarin secara spesifik siapa orang itu, apa
peran orang itu dalam kehidupan Gue, dan bagaimana masalahnya. Tapi biar gak
terlalu frontal Gue cuma pake nama samaran. Supaya cuma Gue dan orang yang
ngerasa itu yang tau cerita sebenernya. Jadi orang-orang di dunia maya yang
mampir di blog Gue cuma baca artikel Gue sebagai cerita pendek belaka.
Pesan moralnya, Kita harus lebih bijak dalam menulis status di media sosial.
Kalo mau ngodein atau nyindir orang, mending bikin blog aja. Di sana Kita bisa
cerita panjang lebar, gak harus bikin ratusan atau ribuan pembaca ikut
tersindir. Kalo emang terpaksa mau nyindir lewat media sosial, langsung sebut
namanya aja. Biar kena.
Comments
Post a Comment